Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak akan lagi bisa memerintahkan negaranya untuk meluncurkan serangan pada Iran, seperti yang ia lakukan pada Januari lalu.
Hal ini sejalan dengan Senat AS yang dikuasai Partai Republik (partai yang menyokong Trump) meloloskan rancangan undang-undang yang membatasi kemampuan Presiden Trump untuk menyatakan perang terhadap Iran.
Hal ini sejalan dengan Senat AS yang dikuasai Partai Republik (partai yang menyokong Trump) meloloskan rancangan undang-undang yang membatasi kemampuan Presiden Trump untuk menyatakan perang terhadap Iran.
RUU Resolusi Kekuasaan Perang Iran itu disetujui dengan hasil pemungutan suara 55-45. RUU ini akan mengharuskan Trump untuk membubarkan pasukan AS yang berperang dengan Iran. Kecuali Kongres menyatakan perang atau meloloskan aturan khusus yang mengizinkan penggunaan kekuatan militer.
Delapan senator dari Partai Republik mendukung resolusi yang dengan keras ditolak oleh Trump itu, demikian dilaporkan Reuters.
Sebagaimana dilaporkan, Trump telah berjanji untuk memveto resolusi tersebut. Ia juga telah meminta anggota Republik membantu menentang resolusi tersebut. Dengan RUU ini, Trump harus mendapatkan persetujuan dari Kongres sebelum terlibat dalam aksi militer lebih lanjut terhadap Iran.
Delapan senator Republik membelot ke Demokrat sehingga memungkinkan resolusi lolos. Trump diperkirakan akan memveto RUU tersebut begitu masuk ke Gedung Putih.
"Sangat penting bagi KEAMANAN Negara kami bahwa Senat Amerika Serikat tidak memberikan suara untuk Resolusi Kekuatan Perang Iran. Kami bekerja sangat baik dalam menangani Iran dan ini bukan waktunya untuk menunjukkan kelemahan. Amerika sangat mendukung serangan kami terhadap teroris Soleimani ... " tulis Trump di Twitternya.
"Jika tangan saya diikat, Iran akan 'menyerang'. Mengirim sinyal yang sangat buruk. Demokrat hanya melakukan ini sebagai upaya untuk mempermalukan Partai Republik. Jangan biarkan itu terjadi!"
Sebagaimana dilaporkan, Trump telah berjanji untuk memveto resolusi tersebut. Ia juga telah meminta anggota Republik membantu menentang resolusi tersebut. Dengan RUU ini, Trump harus mendapatkan persetujuan dari Kongres sebelum terlibat dalam aksi militer lebih lanjut terhadap Iran.
Delapan senator Republik membelot ke Demokrat sehingga memungkinkan resolusi lolos. Trump diperkirakan akan memveto RUU tersebut begitu masuk ke Gedung Putih.
"Sangat penting bagi KEAMANAN Negara kami bahwa Senat Amerika Serikat tidak memberikan suara untuk Resolusi Kekuatan Perang Iran. Kami bekerja sangat baik dalam menangani Iran dan ini bukan waktunya untuk menunjukkan kelemahan. Amerika sangat mendukung serangan kami terhadap teroris Soleimani ... " tulis Trump di Twitternya.
"Jika tangan saya diikat, Iran akan 'menyerang'. Mengirim sinyal yang sangat buruk. Demokrat hanya melakukan ini sebagai upaya untuk mempermalukan Partai Republik. Jangan biarkan itu terjadi!"
Langkah Senat ini dilakukan setelah sebelumnya Trump memerintahkan serangan yang menargetkan Iran pada 3 Januari lalu. Dalam serangan itu beberapa orang penting Iran, termasuk Jenderal Qassem Soleimani, tewas. Serangan ini memicu balasan dari Iran dan membuat keadaan di Timur Tengah kembali memanas.
Sebelum Senat meloloskan resolusi tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dikontrol Demokrat pada bulan lalu juga telah mengeluarkan resolusi yang mirip dengan resolusi Senat itu.
Sementara itu, beberapa roket dikabarkan menghantam Kedutaan Besar AS, di ibu kota Irak, Baghdad, Minggu (16/2/2020) pagi. Ini merupakan serangan terbaru yang ditujukan ke kepentingan AS di negeri tersebut.
Sebagaimana dilansir AFP, serene peringatan terdengar di sekitar jalur hijau tempat kedutaan AS berada. Belum jelas berapa jumlah roket namun sumber mengatakan terdengar beberapa kali ledakan.
Koresponden AFP melaporkan selain ledakan terdapat pula pesawat yang berputar-putar di wilayah dengan keamanan tinggi itu. Hingga kini belum ada laporan soal korban.
Sebelum Senat meloloskan resolusi tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dikontrol Demokrat pada bulan lalu juga telah mengeluarkan resolusi yang mirip dengan resolusi Senat itu.
Sementara itu, beberapa roket dikabarkan menghantam Kedutaan Besar AS, di ibu kota Irak, Baghdad, Minggu (16/2/2020) pagi. Ini merupakan serangan terbaru yang ditujukan ke kepentingan AS di negeri tersebut.
Sebagaimana dilansir AFP, serene peringatan terdengar di sekitar jalur hijau tempat kedutaan AS berada. Belum jelas berapa jumlah roket namun sumber mengatakan terdengar beberapa kali ledakan.
Koresponden AFP melaporkan selain ledakan terdapat pula pesawat yang berputar-putar di wilayah dengan keamanan tinggi itu. Hingga kini belum ada laporan soal korban.
Ini adalah serangan ke-19 sejak Oktober 2019 lalu yang menargetkan kedutaan AS. Meski tak ada klaim khusus, AS menuding kelompok milisi yang didukung Iran bertanggung jawab.
Salah satunya Hashsha-Shaabi. Ini merupakan jaringan militer yang secara resmi masuk ke dalam pasukan keamanan Irak.
Serangan ini terjadi hanya beberapa jam setelah salah satu faksi yang didukung milisi Hashsha mengumumkan akan mengusir AS dari negeri itu. "Kami lebih dekat dari yang kalian pikirkan," kata kelompok itu menunjuk AS sebagaimana dikutip dari Twitter resmi milisi itu.
Salah satunya Hashsha-Shaabi. Ini merupakan jaringan militer yang secara resmi masuk ke dalam pasukan keamanan Irak.
Serangan ini terjadi hanya beberapa jam setelah salah satu faksi yang didukung milisi Hashsha mengumumkan akan mengusir AS dari negeri itu. "Kami lebih dekat dari yang kalian pikirkan," kata kelompok itu menunjuk AS sebagaimana dikutip dari Twitter resmi milisi itu.
0 komentar:
Posting Komentar